Nggak tau kenapa di siang hari yang terik itu aku tertegun sejenak melihak anak-anak yang bermain enggrang di Lapangan Hiraq?
Saat itu aku sedang hunting foto pada acara HAN hari Minggu, 26 Juli 2009 lalu di Kota Lhokseumawe yang diadakan oleh salah satu INGO tempat aku bekerja.Tema HAN yang diambil adalah tentang peduli terhadap Lingkungan. Beberapa stand kreativitas dan permainan sengaja dibuat untuk anak sebagai wadah berekspresi mereka. Hadiah ulang tahun buat mereka ceritanya.
Beberapa permainan mengingatkanku pada saat aku kecil dlu dan masa-masa mash aktif di Pramuka Kodam III/BB. Tanpa ragu-ragu aku mencoba bermain enggrang yang terbuat dari 2 batang bambu. Dasar naluri "tukang foto", salah seorang temanku jeprat-jepret saat aku asyik mencoba bermain enggrang. Jadilah aku sebagai objek fotonya.
Selintas terbesit di kepalaku suatu gagasan untuk melestarikan lingkungan kepada anak melalui permaian tradisional. Mengapa tidak? coba saja kita lihat bahan-bahan yang diperlukan untuk menghasilkan permainan ini semuanya berasal dari kekayaan alam yang ada di sekitar kita. Misalnya saja bambu, kulit jeruk bali, buah roda, buah kelatak, pisang, kelapa dan masih banyak lagi.
Di kota dimna aku tinggal sudah jarang aku temukan bahan-bahan ini. Semuanya telah berganti dengan gedung-gedung rumah dan perkantoran.
Dengan melestarikan permainan tradisional secara otomatis kita juga melestarikan sumber-sumber bahan bakunya agar kita selalu bisa tetap membuat permainan tersebut. Bukan berarti permainan pabrikan/modern tidak baik buat anak-anak. Tapi permainan tradisional lebih banyak memiliki unsur kreativitas terhadap anak.
Permainan yang dibuat oleh pabrikan banyak menghilangkan unsur kreativitas (baca: daya cipta) bagi anak. Semuanya serba instan dimana anak kehilangan dalam proses pembuatannya dan dalam hal ini anak tinggal pakai saja. Sangat berbeda dengan permainan tradisional. Anak banyak terlibat dalam proses pencarian bahan baku dan pembuatannya. Di dalam proses pembuatannya, interpersonal anak juga terlatih karena adanya interaksi dan kerjasama sesama anak.
Jika permainan tradisional ini telah rusak atau tidak terpakai lagi, bahannya dapat dengan mudah terurai oleh tanah dan berbeda dengan pabrikan yang sebagian besar terbuat dari bahan plastik yang butuh beratus-ratus tahun untuk terurai di dalam tanah.
"Tidak ada rotan, akarpun jadi". Pepatah ini juga sangat ampuh untuk kita gunakan dalam membuat permaian tradisional dari bahan bekas sisa pabrikan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Kita bisa melihat di lingkungan terdekat kita, masih banyak bahan sisa yang bisa kita gunakan kembali untuk menghasilkan permainan tradisional. Istilah orang yang sering kita dengar adalah daur ulang.
Kesadaran ini tentunya akan menghasilkan kepedulian kita tentang pelestarian permainan tradisional sebagai aset budaya dan melestarikan lingkungan kepada anak dan cucu kita nantinya. Selektif dalam memilih permainan pabrikan/modern adalah syarat mutlak agar anak kita nantinya kelak terhindar dari gaya hidup instan. Kompetensi daya cipta/kreativitas merupakan kecakapan yang paling tinggi pada diri kita karena melibatkan IQ, EQ dan SQ.
Sebagai orang dewasa, yang perlu kita lakukan adalah dengan sabar dan telaten dalam memberikan stimulan kepada anak berdasarkan tahapan perkembangan mereka.
Dalam tulisan ini aku juga akan berbagi pengalaman pribadiku bagaimana salah satu mainan modern dapat meningkatkan kreativitas dan kepedulian anak terhadap lingkungan.
Adik istriku pada tahun 2009 ini memperoleh juara 3 tingkat nasional dalam Kontes pembuatan robot. Tehnologi yang dia perkenalkan pada kontes ini adalah bagaimana penerapan sensor micro chip untuk menggerakkan robot Tamiya yaitu sejenis mainan mobil-mobilan dengan kecepatan tinggi.
Minat dia pada hal ini tentu saja tidak muncul begitu saja. Ada proses pengalaman panjang yang dia laluli. Aku masih ingat sekali saat dia masih kecil dulu. Saat itu dia dan anakku suka sekali bongkar pasang mobil Tamiya. Katerbatasan yang ada telah membuat dia menjadi kreatif untuk bisa mencoba hasil rakitan Tamiyanya tersebut. Bahan-bahan bekas dia kumpulkan seperti kardus dan bambu yang dia rancang menjadi arena mobil Tamiyanya tersebut. Maklum, saat itu harga jalurnya saja sampai jutaan rupiah.
Minatnya rakit-merakit telah membuat dia tertarik pada dunia elektro dan ketika lulus di SD dia melanjutkan ke STM jurusan Elektro dan kuliah di UNY jurusan elektro melalui jalur siswa berprestasi. Yang sangat mengejutkanku adalah mobil Tamiya semasa kecil dia dulu ternyata masih dia simpan dan dia rancang untuk diikutkan dalam perlombaan robot tingkat nasional tersebut. Pengalaman ini yang telah membuat dia memiliki banyak ide/gagasan untuk berprestasi. Selamat ya Om nNo...!!!
Dalam tulisan ini, aku ingin menggarisbawahi bahwa anak desa juga tidak kalah hebatnya dengan anak-anak dari kota. Stigma dan streotip pada mereka hanya akan membuat anak tidak memiliki rasa penghargaan diri dan rasa percaya diri sehingga pada akhirnya mereka akan menjadi insan yang apatis dan tidak optimis dalam memandang masa depan. Aku saat ini sangat menyukai liputan acara di Tv seperti si Bolang, Laptop Si Unyil, Ayahku Terhebat. Banyak sisi kreativitas dan kepedulian anak terhadap pelestarian budaya dan lingkungan yang disuguhkan dalam tayangan ini. Semuanya mereka mulai dari hal-hal yang kecil dan dari lingkungan terdekat mereka.
Jadi, permainan tradisional adalah merupakan salah satu cara bagaimana kita mengajak anak-anak untuk peduli terhadap lingkungan dan juga meningkatkan kreativitas mereka dengan biaya yang murah dan dengan cara yang sederhana pula. Amin..!
Feedback dari teman2 untuk coretan aku ini sangat aku butuhkan. Proses pembelajaran akan menjadi maksimal hasilnya dengan adanya kritikan dan saran.
Salam hangat,
Monday, 03 August 2009 at 06:08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar